Mengurai Masalah PPDB: Dari Zonasi Hingga Politisasi Pendidikan dan Kontroversi Sekolah Gratis
Oleh:Dr.Rusdan H (Praktisi Pendidikan)
Setiap tahunnya, Persyaratan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu menjadi perbincangan publik yang tak pernah sepi. Sejak dulu hingga kini, masalah PPDB kerap kali terkesan klise dan sulit untuk diselesaikan. Kepala sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya selalu merasakan tekanan, terutama bagi sekolah-sekolah favorit di area tertentu. Zonasi yang diterapkan oleh pemerintah sebenarnya digadang-gadang sebagai solusi, namun kenyataannya zonasi belum mampu menjadi jalan keluar dari masalah PPDB.
Kepala sekolah juga kerap dituduh melakukan pungutan dalam konteks PPDB. Padahal, menurut persepsi mereka, hal itu bukanlah pungutan, melainkan sumbangan atau iuran pembangunan. Sumbangan tersebut biasanya disesuaikan dengan kesepakatan yang dicapai dalam musyawarah antara komite sekolah dengan orang tua siswa. Namun, seperti yang kita tahu tidak semua kasus pungutan luar biasa itu melalui musyawarah.
Belum lagi, politisasi pendidikan umumnya terjadi menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Para politisi kerap menggunakan isu pendidikan untuk memperoleh dukungan dari masyarakat. Dalam beberapa kasus, isu pendidikan malah menjadi bahan kampanye yang sarat dengan kontroversi. Hal ini tentu saja memperburuk suasana dan memberikan dampak negatif terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
Salah satu cara yang dilakukan oleh para politisi untuk memperoleh dukungan dari masyarakat terkait dengan isu pendidikan adalah dengan menyatakan bahwa sekolah adalah gratis. Namun, pandangan seperti itu sebenarnya sarat akan bahaya dan akan membunuh partisipasi masyarakat untuk ikut serta membangun pendidikan. Kita harus menyadari bahwa tidak ada pendidikan yang gratis, tetapi yang ada adalah siapa yang membayar.
Kinerja pemerintah dalam membangun sekolah-sekolah yang unggul di seluruh wilayah Indonesia masih jauh dari harapan. Kemampuan pemerintah untuk menyediakan biaya pendidikan bagi siswa hanya terbatas pada batasan tertentu. Untuk mencapai capaian bahwa pada 2030 harus telag tercapai pendidikan yang inklusif dan berkeadilan bagi semua anak anak diatas segala jenis. Inklusif artinya anak anak dengan potensi yang beragam harus mendapat kesempatan yang sama dalam memperoleh hasil pendidikan yang baik. Namun, Indonesia masih jauh dari tujuan tersebut. Menurut data yang ada, Indonesia hanya mampu membayar Rp 1 juta per siswa melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Jika sesuai dengan peraturan bahwa tidak boleh ada pungutan atau sumbangan maka biaya pendidikan untuk setiap siswa seharusnya mencapai Rp 4.5 juta. Besaran tersebut harus dihitung ulang dan perlu ada perhatian yang extra agar pencapaian kualitas pendidikan bisa tercapai.
Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak dapat terus berupaya menemukan solusi dari masalah PPDB. Kepala sekolah harus bisa menunjukkan transparansi dalam pengelolaan dana sekolah dan meningkatkan kualitas pendidikan untuk memperoleh kepercayaan dari para orang tua siswa. Pemerintah juga harus meningkatkan kinerjanya dalam membangun sekolah-sekolah yang unggul di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian, persoalan politisasi pendidikan harus dicegah agar tidak memperparah keadaan dan merusak moralitas dunia pendidikan.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, selain para pengajar, pemangku kepentingan lainnya juga harus turut berperan aktif. Misalnya, WANDIK, organisasi-organisasi masyarakat, KNPI dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli pada dunia pendidikan harus terus berupaya memantau dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pendidikan di Indonesia. Semua pihak harus bekerja sama untuk mendorong dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Hanya dengan begitu, masalah PPDB yang selalu menjadi perbincangan akan dapat diatasi dengan maksimal.
Selain itu, diperlukan juga perubahan sosial dalam masyarakat yang menuntut realita PPDB yang adil dan berkeadilan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bisa berperan lebih aktif dalam melakukan advokasi dan memberikan edukasi tentang pentingnya kejujuran dan etika dalam mengikuti proses PPDB. Selain itu, masyarakat perlu ditanamkan pemahaman tentang pentingnya kesetaraan pendidikan bagi semua warga negara, baik yang berasal dari keluarga mampu maupun tidak mampu.
Penggunaan teknologi juga dapat menjadi solusi untuk mengurangi kecurangan dan mempermudah proses PPDB. Dalam beberapa tahun terakhir, sistem zonasi bersama aplikasi pendaftaran online sudah mulai diterapkan di sejumlah daerah. Proses PPDB yang dilakukan secara online ini dapat mempercepat dan mempermudah pengiriman berkas pendaftaran yang tentunya mengurangi kesalahan input data. Namun, hal ini harus diimbangi dengan peningkatan keamanan data agar tidak terjadi penyalahgunaan dengan metode serangan cyber ataupun hacked.
Selain pemasangan CCTV, ada juga sekolah-sekolah yang menggunakan program pendaftaran PPDB berbasis aplikasi online. Dengan demikian, pastilah akan ada pahlawan IT dapat mencuri data atau mengendalikan aplikasi softcopy tersebut. Proses ini bisa berjalan lebih cepat dan mudah diakses oleh calon siswa dan orang tua, karena bisa dilakukan dari hand8phone masing-masing.
Tentu saja aplikasi online tersebut harus dikemas dalam sistem yang muah digunakan dan lebih transparan dalam hal informasi. Dengan begitu, calon siswa dan orang tua dapat mengakses informasi tentang batasan zonasi dan kuota penerimaan siswa dengan lebih jelas. Hal ini menjadi upaya dalam mengakomodasi kepentingan semua pihak demi tercapainya adil serta menjaga kepercayaan masyarakat dalam proses PPDB.
Dalam kesimpulan, permasalahan PPDB merupakan isu yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak. Sebagai salah satu fondasi dalam mewujudkan pendidikan yang lebih baik, PPDB tidak bisa dianggap klise, namun harus ditangani sebagai persoalan serius yang memerlukan solusi tepat untuk menjawab kebutuhan masyarakat pendidikan. Dukungan semua pemangku kepentingan, baik pendidik, pemerintah, organisasi, maupun masyarakat terhadap dunia pendidikan dapat membantu mengatasi masalah PPDB secara maksimal. Melalui upaya bersama, Indonesia akan memiliki pendidikan yang lebih baik dan berkualitas di masa depan.
