Menyelami Kembali Esensi Pendidikan. Mengurai Hegemoni yang Membelenggu

Oleh: Dr. H. Rusdan, S.Pd., S.H., M.M.Pd.

Pendidikan, dalam esensinya, adalah pilar peradaban yang seharusnya membebaskan dan memberdayakan. Namun, ironisnya, sistem pendidikan sering kali terjebak dalam hegemoni yang membelenggu, mengerdilkan potensi, dan menghambat kemajuan. Hegemoni ini dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk, mulai dari kurikulum yang kaku dan tidak relevan, metode pengajaran yang monoton dan tidak interaktif, hingga kebijakan yang tidak memihak pada kepentingan siswa.

   Dalam situasi seperti ini, peran guru, pemimpin pendidikan, dan pemangku kebijakan menjadi sangat krusial. Mereka adalah aktor-aktor utama yang memiliki kekuatan dan tanggung jawab untuk mengurai hegemoni dan mengembalikan pendidikan ke jalur yang benar.

   Guru, sebagai garda terdepan dalam proses pembelajaran, memiliki peran sentral dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, kreatif, dan memberdayakan. Mereka bukan sekadar penyampai informasi, tetapi juga fasilitator, motivator, dan mentor yang membimbing siswa untuk mengembangkan potensi mereka secara optimal. Guru yang berani keluar dari zona nyaman, yang tidak takut untuk bereksperimen dengan metode pengajaran yang inovatif, adalah agen perubahan yang sesungguhnya.

   Pemimpin pendidikan, baik di tingkat sekolah maupun di tingkat yang lebih tinggi, memiliki peran strategis dalam merumuskan visi dan misi pendidikan yang progresif. Mereka harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi inovasi dan kolaborasi, serta memberikan dukungan penuh kepada guru dan siswa. Pemimpin pendidikan yang visioner adalah mereka yang berani mendobrak tradisi yang menghambat kemajuan, yang tidak takut untuk mengambil risiko demi mewujudkan pendidikan yang lebih baik.

   Pemangku kebijakan, di tingkat nasional maupun daerah, memiliki tanggung jawab untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang berpihak pada kepentingan siswa. Mereka harus mampu menciptakan sistem pendidikan yang adil, merata, dan berkualitas, serta memastikan bahwa setiap anak, tanpa terkecuali, memiliki akses terhadap pendidikan yang layak. Pemangku kebijakan yang bijaksana adalah mereka yang mendengarkan aspirasi masyarakat, yang terbuka terhadap kritik dan saran, dan yang berani mengambil keputusan yang berani demi kemajuan pendidikan.

   Ketiga aktor ini, guru, pemimpin pendidikan, dan pemangku kebijakan, harus bekerja sama secara sinergis untuk mengurai hegemoni yang membelenggu pendidikan. Mereka harus berani melakukan introspeksi, merefleksikan praktik-praktik yang selama ini dilakukan, dan melakukan perbaikan yang mendasar.

   Proses perbaikan ini tidaklah mudah, tetapi sangat penting untuk dilakukan. Kita harus berani mengubah paradigma pendidikan, dari yang berorientasi pada hafalan dan ujian, menjadi yang berorientasi pada pengembangan keterampilan, seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Kita harus berani mengubah metode pengajaran, dari yang berpusat pada guru, menjadi yang berpusat pada siswa.

Kita juga harus berani mengubah kebijakan pendidikan, dari yang kaku dan birokratis, menjadi yang fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Kita harus berani menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, yang menghargai keberagaman, dan yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak untuk belajar dan berkembang.

   Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, kita dapat mengurai hegemoni yang membelenggu pendidikan, dan mengembalikan pendidikan ke jalur yang benar. Kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang membebaskan, memberdayakan, dan mengantarkan bangsa ini menuju masa depan yang lebih gemilang.

   Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, kita dapat mengurai hegemoni yang membelenggu pendidikan, dan mengembalikan pendidikan ke jalur yang benar. Kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang membebaskan, memberdayakan, dan mengantarkan bangsa ini menuju masa depan yang lebih gemilang. Sebab, seperti yang pernah diungkapkan oleh Rabindranath Tagore, "Jangan batasi anak-anakmu pada pembelajaranmu sendiri, karena mereka dilahirkan di waktu yang lain." Mari kita berani berkorban, melampaui zona nyaman, dan menanamkan keberanian untuk melakukan perubahan. Karena, hanya dengan keberanian itulah kita dapat membangun peradaban yang lebih baik, peradaban yang diwariskan dengan bangga kepada generasi mendatang.


Penulis: Dr. H. Rusdan, S.Pd., S.H., M.M.Pd. (Praktisi pendidikan, akademisi, dan pemerhati sosial masyarakat)

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak